Banten menyimpan banyak pantai yang tak ada habisnya di jelajahi seperti pantai Carita, Tanjung Lesung, Anyer dan Sawarna. Setiap pantai memiliki keindahan dan ceritanya sendiri dari berbagai sudut pengagumnya. Namun ada satu pantai yang masih asing dalam telinga para pengunjung kebanyakan yaitu pantai Batu Hideung. Apa yang membuat hati ini berlabuh pada pantai Batu Hideung adalah keelokannya yang belum terjamah siapa pun. Ini yang menjadi daya tarik setiap pejalan untuk menemukan esensi ketenangan di tempat wisata adalah bebas dari keramaian.
Saat kita menatap ujung cakrawala pantai Batu Hideung, kita akan melihat lautan lepas yang langsung menghadap ke Samudra Hindia. Seperti surga imajinatif dengan panorama perairan dan pohon berwarna kuning keemasan. Paduan warna itu membuat saya tak ingin berpaling pada pantai yang lain, meskipun pada dasarnya pantai memiliki deru ombak dan gradasi perairan yang sama.
Tak semua pantai dihiasi eksotisnya batu hitam dan granit seperti pantai Batu Hideung. Sepanjang saya berjalan di tubir pantai, banyak batu hitam hingga tepian. Mungkin itu alasannya mengapa pantai ini disebut pantai Batu Hideung atau Batu Hitam karena pantai ini dipenuni dengan bebatuan berwarna hitam. Tak perlu khawatir dengan maraknya batu-batu hitam ketika mata kaki kita ingin dijilat ombak saat berjalan, di pantai ini ombaknya sangat surut sehingga duduk di atas batu di tengah lautan adalah pilihan merasakan ketenangan sambil menikmati indahnya panorama alam.
Adakah sudut eksotis dalam diri kita?
Bagi saya, laut dan dunia seperti dua semesta yang memisahkan ruang dari masing-masing takdir yang berbeda. Bisa jadi seganas-ganasnya laut dia lebih pemurah dari hati priyai kata Paramoedya Ananta Toer. Sebab kenyataanya laut menjadi wadah menyucikan pikiran dari tafsiran-tafsiran hidup yang keji. Laut begitu tenang, indah, misterius, bergejolak dan menakjubkan. Saya pun menemukan jejak Djalaludin Rumi meninggalkan kisah tersentuhnya sinar matahari lalu membenamkan diri dalam lautan, atau Robert Henri mengapa ia begitu mencintai lautan? Laut memiliki kekuatan yang kuat membuat kita memikirkan hal-hal yang kita sukai untuk dipikirkan.
Apa yang eksotis dari alam semesta bukan hanya panorama-panorama ciptaan-Nya atau sudut Banten yang saya temukan dari keindahan-keindahan pantai sebelumnya. Yang eksotis dari alam semesta bisa saja pikiran kita, ruang di mana kita adalah alam semesta itu sendiri, ruang yang tak tertandingi oleh semesta alam materi. Kau yang tak menyetujuinya tak akan percaya dan hanya mencela kalau perjalanan dalam pandanganmu hanya mengunjungi tempat wisata saja. Jika Schelling setuju manusia menyimpan seluruh alam raya dalam dirinya sendiri dan paling dekat menyentuh misteri itu dengan melangkah masuk ke dalam dirinya sendiri, saya pun setuju jika keteguhan batu karang ini tak bisa menyaingi keteguhan hati seseorang.
Keteguhan hati membawa pada umur panjang, umur panjang memberi banyak peluang untuk sukses dan semua keberhasilan hidup bermula dari mulai menjalin hubungan dengan orang yang tepat. Kemudian memperkuat hubungan itu dengan menggunakan keterampilan orang-orang baik. Dari saya, si batu karang yang teguh.
Mengagumi keindahan pantai Batu Hideung tak berhenti pada bebatuan hitam dan granit yang mengkilat. Atau wajah-wajah baru keluarga Ratu di Pandeglang sebagaimana karena mereka saya bisa berada di sini. Thanks Atu, your family will be missed.
Keindahan lainnya ada pada pepohonan yang saling berjarak dari pantai satu ke pantai berikutnya. Pohon-pohon itu tak terlalu besar namun meneduhkan siapa pun yang bersandar pada batangnya. Keadaan seperti ini lebih dibutuhkan saat tak ada seorang pun di tempat wisata yang sepi. Suasananya mendukung untuk mendapatkan keheningan saat duduk di kursi rotan itu. Kursi yang menghadap ke laut tak terlalu besar atau kecil namun cukup untuk duduk berdua.
Senja dan Carla
Apa yang kita rasakan ketika senja tak jadi buruan orang-orang di pantai atau di gunung? Lalu kita tak berada di tengah-tengah para pengagumnya dan senja menjadi milik kita sendiri. Definisi senja tak lagi sama seperti apa yang orang katakan pada umumnya. Mereka bilang senja adalah rayuan malu-malu atau suatu keindahan yang tak pernah beda. Mereka memaknainya dengan definisi yang berbeda tapi saya tak punya definisi untuk itu.
Senja bisa berarti menggambarkan dua hal yang bersebrangan. Tentang keindahan yang berarti kebahagiaan ,juga bisa jadi tentang kesedihan di saat perpisahan. Senja begitu indah saat ini karena saya sedang bahagia, ia merekah merona di ujung cakrawala. Ia tak redup berduka sebagaimana saya telah berpisah dengannya.
“Are you okay?” tanya Ratu dari kejauhan.
“Ibu pengen di fotoin sama neng lusi dong” ucap ibunya Ratu yang sudah saya anggap seperti ibu sendiri.
“Tapi dibuat siluet” pinta ibu kedua kalinya. Dengan senang hati saya mengabadikan dirinya.
Waktu membuat saya semakin lupa pada keindahan yang fana. Pada eksotisnya sudut Banten menyembunyikan pantai yang masih perawan. Rasanya, saya ingin melebur pada pembatas antara siang dan malam, pada cahaya merah temaram.
“Boleh pinjam kameranya?” pinta Carla yang malu-malu mendekati saya dan Ratu. Ia penasaran ingin memotret senja, akhirnya saya abadikan saja dirinya.
Gadis kecil itu bernama Carla. Rambut pirangnya bergelombang seperti ombak yang pasang. Ia mendekati Saya dan Ratu ketika mengabadikan diri bergantian. Rupanya Carla tak ingin kalah agar dirinya diabadikan. Angin memainkan rambut ikalnya semakin berantakan, bias cahaya melebur ke dalam tubuh kecilnya. Apalagi yang membuat sudut Banten ini menjadi semakin eksotis? Atau apa yang membuat senja itu istimewa? Keduanya hanya sudut pandang. Carla, gadis kecil berasal dari Banten bukan hanya menambah komposisi saya berkontemplasi, tapi menjadi nilai keeksotisan sudut Banten itu sendiri.
Melihat Carla, adalah seperti menemukan surga yang hendak melarikan diri dari keresahan. Ia menghibur kami yang masih di tengah hutan menjelang malam. Ia tak menerka-nerka apa yang akan terjadi jika tiba di rumah pukul 10 malam atau dapat omelan orangtua. Ia tak merasakan apa-apa selain perasaan polos anak kecil pada umumnya.
Do you feel the same as me? You were delighted meeting a pupil during travelling?
And the sun goes down, we went home.