Kata primadona selalu dikaitkan dengan perempuan yang menjadi atensi banyak laki-laki pemburu kecantikan dan keindahan. Primadona dari sudut-sudut lekuk tubuh dan roman juga nampak pada wilayah Jawa Barat yaitu kota bagian utara Tasikmalaya. Bagian tubuh Tasikmalaya jika dilihat dari letak geografisnya ditujukan dengan struktur geologis yang dihasilkan oleh bentukan material-material atau breksi gunung berapi yang berasal dari pengaruh Gunung Galunggung, Gunung Sawal dan Gunung Cakrabuana.
Nampak seperti primadona dari kota-kota lainnya, Rajapolah memiliki filosofi yang diambil dari bahasa sunda yaitu “polah” berarti memolah atau membuat. Sedangkan “raja” memiliki arti pada umumnya yaitu yang berkuasa, memerintah, atau jika diindikasikan pada barang yaitu yang memiliki kualitas “paling” dari jenis-jenis barang lainnya. Di kota inilah para pengrajin melihaikan kepiawaian tangannya pada kriya, hiasan lampu, tas, sandal dari anyaman pandan, payung geulis, wayang golek, seruling bambu, assesoris, miniatur, dan masih banyak lagi.
Akes jalan Rajapolah juga memberi kemudahan jika si pengunjung berasal dari luar kota dan menaiki kendaraan umum saja. Bus Primajasa, Bus Budiman, hingga mobil elep dan angkutan umum juga melewati jalan utama ini jika ingin ke pusat kota Tasikmalaya atau ke jalur provinsi menuju arah utara.
You guys, can you look at this? Di setiap sudut Rajapolah rupanya dipadati berbagai toko kerajinan dengan keunikannya masing-masing. Toko-toko yang di desain khusus dengan tersedianya etalase tentu berbeda dengan toko-toko tradisional yang membiarkan barang-barang itu terbuka di pegang siapa saja. Meski pun berbeda namun tidak ada yang lebih dominan karena hampir semua penjual kerajinan tangan di sini memiliki karakter yang sama untuk menarik minat pembeli yaitu sikap ramah mereka.
Di tambah miniatur bangunan yang sangat mendukung sepanjang ruas jalan Tasikmalaya-Bandung, tentu memberi aksen yang menarik bagi setiap pengunjung jika ingin membeli kerajinan lebih dari satu toko. Tidak ada perubahan sama sekali seperti beberapa tahun yang lalu menapaki sekat-sekat jalan kecil yang membatasi salah satu toko dengan perumahan warga. Ruas-ruas jalanan ini juga yang menghubungkan masyarakat menuju pasar tradisional ke arah barat.
Satu hal yang menarik perhatian saya ketika mata ini menjajal toko-toko yang berderet rapi sepanjang jalan adalah kemewahan tas anyaman yang tak kalah saing dengan tas-tas yang terbuah dari bahan kulit.
Tas anyaman ini harganya cukup murah meskipun terbuat dari bahan baku yang dikirim langsung dari Jawa Tengah. Harga satu tas mulai dari Rp. 50.000 hingga Rp. 300.000 sesuai dengan tingkat kesulitan menganyam dan menambahkan aksesoris lain pada setiap model tasnya. Sebagai pecinta tas, tentunya tas anyaman di kota ini dapat menambah nilai estetika jika disimpan di rak tas di antara koleksi-koleksi tas lainnya. Isn’t it awesome?
Aroma pahatan mendong akhirnya membawa saya pada salah satu toko yang sebelumnya pernah dikunjungi. Sebagian toko tidak mempedulikan namanya selain penjaga dan harga jual yang relatif sama. Namun toko-toko lain yang berlawanan dengan arah toko di seberang sana terlihat lebih modern dengan polesan arsitektur eropa. Setelah berkunjung dari toko-toko sebelumnya dan membandingkan harga, di toko Kartika ternyata lumayan relatif murah dari pada toko-toko sebelah.
Melakukan percakapan pendek dengan para penjual, menyentuh rotan yang terpajang indah menjadi bentukan kursi dan meja menyadarkan saya betapa kerajinan tangan adalah salah satu seni yang bernilai tinggi. Bukan hanya sebagai warga lokal yang mengapresiasi nilai-nilai itu melainkan asumsi dari warga negara asing. Para penjual di toko-toko ini menceritakan ada tiga negara yang sudah menampung jual beli kerajinan tangan dari Rajapolah yaitu Jepang, Italia dan Francis. Sebagai pejalan yang senang bepergian ke luar pulau Jawa seperti Bali mungkin pernah lihat kerajinan yang hampir sama dengan kerajinan-kerajinan tangan yang ada di Rajapolah, atau mungkin di pulau Jawa sendiri tepatnya wisata bahari, kerajinan-kerajinan tangan seperti ini kerap kita temukan.
” Kalau model tas-tas anyaman gini ada yang bisa dipakai buat ke ondangan pernikahan nggak?” seloroh pertanyaan saya sambil memegang tas yang digantung tepat di atas kepala.
Salah satu penjaga menunjuk ke arah yang berlawanan dari badan saya sambil berjalan dan menunjukannya. Kedua mata membelalak, melihat desain yang mewah jika di padu padan dengan baju dress atau kebaya.
Sudah bertahun-tahun saya sering melewati jalan yang ada ikon pusat sentra kerajinan, namun baru seharian ini menelisik lebih dalam mengapa kerajinan tangan Rajapolah bisa menembus pasar Eropa dengan mudahnya? kabar ini sudah diakui langsung oleh ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Jawa Barat Atalia Praratya Kamil saat melakukan Siaran Keliling (Sarling).
Rajapolah kini menjadi pusat pembelanjaan yang memperkenalkan kearifan budaya hasil tangan masyarakat Tasikmalaya. Pusat sentra kerajinan ini yang menjembatani masyarakat bisa beradaptasi dengan ekonomi global.
Leave a Reply